Senin, 16 Desember 2013

MOTAMORFOSA

oleh Mahabbah El-ahMead pada 1 Oktober 2011 pukul 14:08 ·
Aku adalah gadis  yang suka dengan hal yang manantang. Banyak orang menyebutku ‘si gadis tomboy’, Sebenarnya aku tidak tomboy, aku masih berpakaian layaknya wanita pada umunya, tak lupa jilbab yang selalu membalut kepalaku kemanapun aku pergi. hanya saja terkadang tingkah lakuku lebih perkasa dibandingkan seorang laki-laki. Mungkin sudah sifat yang diwariskan Bapakku. Ya, seorang laki-laki gagah, tegas dan berwajah garang, tapi beliau adalah orang yang terkenal baik dikampung.
Aku selalu merasa bisa menyelesaikan semuanya sendiri, bahasa kerennya ‘mandiri’. Barang-barang  yang rusak kucoba perbaiki, alat elektronik yang rusak pun berhasil kureparasi. Dalam urusan ini aku belajar dari bapak, ibu dan paman-pamanku.
Saat aku duduk di bangku SMA banyak teman-teman perempuanku mengeluhkan preman-preman yang bermarkas di sebuah rumah tepat di perbatasan desa, rumah itu biasa disebut ‘rumah mucikari’, yang lebih membuat risih adalah para WTS yang sepanjang malam menghabiskan waktu di sana.
Selaku pelajar, mau nggak mau kami harus  melewati markas tersebut jika berangkat dan pulang sekolah. Saat melewatinya jantung kami berdetak kencang, karena banyak para preman yang bertampang mesum dan suka menggoda gadis-gadis yang lewat. Tak jarang mereka merampas barang yang kami miliki. Kami berjalan sambil bergandengan tangan dan berusaha tidak mengeluarkan suara.
Suatu ketika aku lewat di depan markas tersebut, ada seorang preman yang mendekatiku seraya merampas sepeda yang kupakai. Aku ingin pasrah, tapi aku masih mempunyai kekuatan tuk melawan preman itu. ya, aku pasti bisa. Beberapa jurus karate kukuasai sudah. Tapi ketika aku melihat sosok preman lain yang berbadan lebih kekar, bertato dan bercelana gombreng. Ketakutanku muncul kembali. Dia berusaha menarik sepedaku, aku merasa jengkel sekali, langsung kupelototkan mata, tapi preman-preman itu tidak takut sama sekali. Dengan tendangan depan melingkar aku tendang preman itu.
“ Berani  melawan kamu...!” bentak preman.
Tiba-tiba preman yang lebih seram dan sangar keluar dari rumah, dangan seringai dan mata melotot dia menghampiriku, menyeringai , aku gemetar ketakutan, mulutku terus komat-kamit membaca do’a, berharap ada seseorang yang datang menolongku. Aku kembali mengamankan sepedaku. Tapi preman yang satu ini tidak mencoba merebutnya.
Aku inggin berlari kencang meninggalkan preman-preman itu, tapi kakiku seperti terpaku di tanah,   tangan salah satu preman mulai usil kembali, mengambil tasku dan menarik sepedaku. Kini aku lebih bisa menguasai diri. Di ujung jalan terlihat seorang laki-laki berjalan ke arahku, tapi preman itu tidak melihatnys. Tiba-tiba orang yang kulihat menyembunyikan dirinya di belakang pohon pisang yang  ditepi jalan. Preman berulah lagi, lengan bajuku kusingkap layaknya seorang jagoan melawan penjahat.
 “Bismillah” kutendang untuk kedua kalinya preman itu.
“ Kamu nggak takut...?hah...?!!”kataku
“ha ha ha takut kok sama cewek cantik....” ledek preman itu.
“kalau berani lawan aku...!” tantangku, walaupun dengan jantung yang berdetak lebih kencang. Penjahat itu mendekat dan tertawa lebar, entah apa yang membuat dia tertawa. Dengan suara yang lebih nyaring aku berkata, “ayo lawan aku...!!”
Sepertinya mereka hanya mempermainkanku, terbukti dari tendangan-tendanganku yang sia-sia, karena tidak ada perlawanan dari mereka. Mereka terus tertawa, aku merasa terhina. aku terus melancarkan tendangan dan pukulan. Tiba-tiba terdengar seorang berteriak.
“woi...! itu anaknya Pak Maslih.” Teriaknya, ternyata dia adalah orang yang bersembunyi di belakang pohon. Preman-preman itu tersentak kaget mendengarnya.
“ kamu anaknya Pak Maslih ya”? tanya preman sangar. Aku menganggukkan kepala dengan rasa jengkel. “kenapa...? takut ya...?” tanyaku dengan sedikit rasa bangga.
Detak jantungku belum juga normal, rasa jengkelku pun masih membekas. Tiba-tiba Keluar WTS yang rasanya kenal aku, aku kaget melihat dia disini, langsung ia merangkul aku dengan sekuat tenaga, sembari terisak, air matanya pun bercucuran membasahi lengan bajuku.
“ Mbak siapa sampean”? tanyaku.
“ Aku pernah bertemu kamu  di kelurahan pringgoboyo, saat ikut penyuluhan kesehatan” katanya.
“ Betul kah? ”tanyaku meyakinkan. Aku pastikan kenal atau tidak dengan orang ini, aku takut jangan-jangan hanya jebakan preman-preman itu.
“ Kapan mbak kita ketemu?” tanyaku lagi.
“ sebulan yang lalu, waktu kamu mendampingi bapak Maslih” kata wts itu
Aku tak bisa berkata apa-apa, aku binggung mau menjawab apa, kuanggukkan saja kepalaku, karena aku sudah lupa. Lantas dia menyuruhku mampir dan menyilahkan duduk. Dia menyuguhiku air minum dan kue kering. Semua orang di sana tiba-tiba menjadi sok akrab. Tapi aku masih memendam rasa jengkel pada mereka, aku tak mau makan sedikitpun apa yang ia suguhkan.
Tak berapa lama aku pamit untuk pulang, tiga preman itu meminta maaf kepadaku, aku memaafkan mereka. Semua orang di rumah itu keluar mengantarku. Dengan bergegas aku menarik sepedaku kembali. Kuayun pedal dengan laju meninggalkan segerombolan orang itu.
Esok harinya aku ceritakan semua keluargaku, terutama Bapak yang mengenal penjahat itu, seketika aku bertanya Bapak tentang penjahat itu. Bapak memang mengenalnya lantaran beliau sering memberi pengarahan kesehatan tentang AIDS pada para WTS.  Bapak kebetulan kerja di kantor BKKBN, sering diberikan tugas penyuluhan para warga dan WTS, untuk mencegah AIDS menyebar di kampung.
Ketika aku berangkat sekolah aku melewati rumah mucikari itu, semua preman sudah didepan rumah, hatiku bertambah kacau dan takut melewatinya, aku merasa klimpungan seakan tak bisa melangkah di depan para penjahat itu, aku masih teruma akan kejadian kemarin.
Dengan doa aku melangkah, subhanallah semua preman dan WTS itu berubah menjadi baik, menyapaku dengan senyum yang manis, lama-lama aku menjadi teman mereka, terutama wanita yang mengaku pernah melihatku.. Mulai saat ini aku berazam untuk mengubahnya secara perlahan, dia harus jadi wanita yang baik. Disetiap waktu kosong aku sempatkan ngobrol dengannya.
Suatu sore aku bersama sahabatku berkunjung ke ‘rumah mucikari’, kami berniat mencari WTS yang mengenalku.
“ Tok, tok, tok” kuketuk pintu depan rumah tersebut.
“ Mau cari siapa”? kata preman itu
Aku bingung tak bisa menjawab, karena aku tidak tahuu siapa nama orang yang aku cari ini.
“ Mbak mau cari siapa”? ulang si preman.
Aku masih diam. Lantas dengan bunyi pintu kamar terbuka, alhamdulillah keluarlah WTS yang kucari.
“ Mbak....” kata wanita itu dengan menghampiriku dan memelukku dengan pelukan hangat
“ Alhamdulillah masih bisa bertemu lagi” kataku sambil tersenyum
Aku meminta waktu untuk mengobrol berdua dengannya, sekarang aku tahu namanya, Wati. Aku memberikan nasehat-nasehat yang bisa menyentuh hatinya, mau meninggalkan apa yang selama ini di geluti, hidup tanpa amal dan banyak dosa. Dengan perlahan aku mengajaknya ke arah yang lebih baik, aku berjanji untuk kembali lagi esok hari.
Satu bulan hari telah terlewati, pertemuan demi pertemuan banyak membuahkan hasil.  Wati  sudah insaf sekarang. Dia mencoba memakai jilbab, mengaji, dan mengikuti taklim-taklim yang diadakan di kampungnya, dulu memang dia adalah gadis baik-baik, dia terjerumus menjadi WTS karena terperangkap oleh tangan preman yang angker tersebut, dia dijanjikan hidup yang lebih baik dan mewah. Ternyata malah dijerumuskan ke dunia yang gelap.
Bertahun-tahun terlewat sudah. Setahun silam Wati mencariku ke kampung Bapak, ternyata dia sudah berkeluarga dan menjadi wanita yang sukses berbisnis. Subhanallah, Allah maha Kuasa atas apa yang telah ditetapkan-Nya.
        “seseorang tidak akan dinilai dari apa yang dulu dilakukan, tetapi bagaimana dia bisa melewatinya dan menjadi seseorang yang berguna.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar