Minggu, 13 Mei 2012

ADIKKU SAYANG

Di dua benua yang saling berjauhan
aku hidup di daerah perantauan
engkaupun di daerah perantauan
yang menyebrangi lautan dan melewati gunung-gunung
di sana sangat jauh tak terlihat mata


Tapi dalam bayangan selalu hadir senyummu
rasa kangenpun sering mendatangi jiwa dan raga ini
hari berganti hari
bulan berganti bulan
tahun pun berganti tahun
tak tersah kini telah hampir bertahun-tahun tak melepas rindu
terkadang rasa rinduku menari dalam dada
ingin rasa aku memelukmu melepas rindu
semoga rindu inipun menari dalam sukmamu


Aku serukan pada angin...
ingin kuwatkan hembuskan anginya membawa salam rinduku
pada cahaya cinta dan kasih
engkaulah sumber kilauan kekuatan hatiku
engkaulah selalu terpajang di segenap ruang


Terkadang aku menarikan jiwa...
menangis dalam rindu ku
ingin melebur dingin yang menggigil rindu
datang dengan menyeret gejolak degub jantungku
yang....kiat sepi, Menepi
untukmu adikku tercinta


Semoga Allah masih memberikan kesempatan kita jumpa kembali
dalam naungan Illahi
dan iman dan takwa yang sama

BERGERAKLAH

Maka bergeraklah
berjalanlah
beraktivitaslah bersama kafilah dakwah
Rasakan sendiri
lihat sendiri
dengarkan sendiri kata-kata mutiara yang muncul dari lapangan

Diam telah membuatmu merasakan kejenuhan
Tidak bergerak menyebabkan pikiranmu dipenuhi pesimisme dan kegalauan
Tidak berkegiatan membuat hatimu selalu dalam kebimbangan dan keputusasaan
Bergeraklah di lapangan dakwah
engkau akan menemukan sangat banyak harapan dan untaian mutiara kesabaran.

TETAP KU TUNGGU

ku kejar waktuku...
Lari sana
lari sini
ingin rasa tidak ada waktu yang terbuang sia-saia
ternyata Allah memberikan waktu senggang untukku...
Karena sang ustadzah telat mendarat...
Semoga Allah menyelamatkan beliau hingga sampai tujuan...
Aku....
Tetap menunggu nya
hingga ustadzah ada di depanku...
Ingin rasa menjabat dan peluk erat silaturrahmi
ku tunggu tausyi engkau ustadzah....

SEPATU ONTONG PISANG

Sampai saat ini masih begitu kuingat, pengalaman di tahun 60an, saat-saat saya masih bersekolah di tingkat dasar, yang nama sekolahnya adalah Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah (MIM) tepatnya di sebuah desa yang terpencil di pinggiran sungai bengawan Solo, desa yang diberi nama Gedangan. Kata Gedangan diambil dari kata dasar gedang, berasal dari bahasa jawa yang artinya adalah pisang. Kata gedang itu mendapat akhiran an maka terbentuklah kata Gedangan.
Desa Gedangan memang merupakan desa yang ditumbuhi banyak tanaman pisang. Di sepanjang pekarangan belakang rumah penduduk sepanjang alur Daerah Aliran Sungai (DAS) rata-rata merupakan  kebun pisang.  Konon nama desa ini diambil dari banyaknya tanaman  pisang yang mendominasi  desa.
Kehidupan di desa ini pada decade 60an memang masih sangat terbelakang. Desa yang belum terakses penerangan listrik, masyarakat masih menggunakan lampu teplok, sebagian masyarakat yang sedikit lebih modern menggunakan lampu strongking. Jalan-jalan masih berupa tanah liat yang apabila musim hujan keadaan jalannya menjadi becek dan lengket di kaki, lengket juga di sandal atau bakiyak yang kita pakai. Belum banyak orang di desa ini yang memakai sepatu kecuali orang-orang yang pulang dari kota.
Namun  dengan pedenya anak-anak desa pada era tersebut bersekolah dengan banyak yg tak bersepatu alias nyeker. Setiap kali kami melihat anak-anak yang sudah bersepatu karena telah dibelikan oleh ayahnya yang pulang dari bekerja di kota Surabaya kami merasa ingin sekali memilikinya namun apa daya orang tua kami hanya petani yang hidup di desa tak tahu dimana harus membeli sepatu.
Pada suatu saat muncullah ide kratif kami ketika melihat mahkota ontong(bunga) pisang yang berguguran jatuh  di tanah kemudian kami ambil lalu kami jadikan sepatu dan kami pakai untuk bersekolah di Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah (MIM). Mahkota Ontong bunga pisang itu kami bentuk seperti layaknya sepatu dan bagian atasnya diikat dengan tali yang berasal dari serat batang pisang (orang desa kami menyebut gedebok pisang.
Tentu saja sepatu seperti ini tidak bisa bertahan lama paling hanya bertahan beberapa hari saja, dengan pedenya kami pake sepatu buatan sendiri ini untuk ke sekolah. Ketika sepatu ini aus dalam beberapa hari kamipun segera membuat lagi. Tidaklah menjadi masalah jika kami secara terus menerus membuat sepatu ontong pisang ini karena desa kami memang banyak pohon pisang tentunya juga banyak ontong pisangnya.
Kini bila kami mengingat sepatu ontong pisang  antik yang kadang kami bentuk seperti sepatu aladin lalu kami pake untuk sekolah di sekolah dasar MIM desa kami dulu maka kami kadang tertawa sendiri saat mengingatnya. Beruntung saja ketika  tertawa sendiri tidak ada yang melihatnya. Coba bila ada yang melihatnya pasti dianggap orang setengah gila….he..he..he….tetapi akupun pernah bercerita kepada teman-teman sejawat saat ini bahwa dulu saat aku bersekolah di desa terpencil sementara teman2 banyak yang telanjang kaki alias nyeker dan sebagian bersepatu, aku  biasa pake sepatu dari mhkota ontong pisang yang kubikin sendiri….. Kawan-kawan ku sejawat pun berkomentar : katrok betul kamu ! Dasar wong ndeso ….he…he…he…..

Selasa, 01 Mei 2012

TETES AIR MATA UNTUK GURUKU


Untukmu guruku tetes air mata perpisahan tangis dan sedih ada dalam jiwa dan ragaku karena engkau meninggalkan aku dan kawan-kawan seperjuangan kini...tak terasalah waktu mengapai perpisahan rangkul erat dan cium tak jua menyurutkan tetesan air mataku kini bait perjuanganmu di kaltim tinggal sebuah nama yang telah engkau tinggalkan kader-kader yang handal semoga semunya bisa mengikuti jejakmu yang tangguh yang tak perna surut karena rintangan oh...guruku aku mencoba mengerti karena disana adalah bumi Allah juga yang memerlukan segudang tenaga perjuanganmu seakan aku tak sanggup melepaskanmu karena aku masih membutuhkan segala taujihmu pembangkit segala aktifitasku oh guruku kini aku menulis dalam bergemuruh dengup jantungku sedekat detak jantungku seakan tak mampu menahan lelehan air mataku ingin rasanya aku lari mendekatimu oh...guruku selamat berpisah guruku semoga langkahmu selanjutnya dipermuda Allah dan ditanah perjuanganmu tak ada rintangan dan cobaan semuanya dipermuda Allah hingga semuanya menjadikan perjuangan yang penuh rahmat dan taufiq dan hidayahNya Samarinda , selasa, 25, 10, 2011 mahabbah el ahmady ( titik suswati)

AKAN KU KORBANKAN CINTAKU PADA IDHUL ADHAH


Begitu tibanya bulan haji labaik Allahuma labaik hatiku gemetar mendengarnya ingin rasanya berpakaian serba putih merapat di ujung hajar khaswat melelehkan air mataku hingga mengering tak menetes bercuhat dalam duka lara hatiku oh, cinta... begitu berat apa yang ku korbankan cintaku akankah cintaku ku kurbankan untuk Idhul Adha yang meratap dalam genggamanmu penuh cinta aku ingin..... cinta itu bersemi nan subur seperti apa yang engkau harapkan cinta.... seperti halnya aku mencium aroma melati, mawar kesukaanku aku akan bikin cinta yang mengagetkan sungguh, sungguh luar biasa diatas sang saka cintamu ilalang bergoyang akan menjadikan saksi bersiarlah janji-janji menyiarkan cintamu yang takkan gampang kena nafsu menguwasai hatimu jangan sampai nafsu menjadi Tuhanmu oh...cinta gaung dan bunga ditamanku ikut merindukan cinta mu yang suci jangan lebur cinta itu dengan awan dan kabut yang tebal karena keringat dinginku tak bisa ku hentikan saat jiwaku terselubung cahaya cintamu meredup ingin rasanya engkau lebih dari dulu walaupun ada secuil belantara dijagat hatimu aku ingin.... mendoakanmu... dalam lantaran ruangku yang luas menemukan syafaat dan nuh dihatiku biarkanlah panji-panji cinta menghapus lukanya aku bisa menari diistana cintamu mungkin tak ada satupun yang ingin kau musnakan semoga cahaya selalu bersinar selamanya walaupun cinta tak kuasa menolak dalam kepastian itulah cinta... seberat batu gunung seindah permata lautan yang selalu ada dihatiku mahabbah el ahmead ( titik suswati ) Samarinda, 01, 11, 2011

OBAT PELEBUR RINDU


kini ku pampangkan wajah asliku tuk pelebur rasa rindu untukmu walau seberkas tak bermakna tapi itu bisa jadi obat rinduku dan rindumu melototi foto ini ya kangenmu akan lebur hanya sesuatu yang akan kau mau rangkul eratmu dan cium cinta kasihku semoga kita bisa ketemu kembali dalam naungan sang Illahi Robbi aku mengharap dalam waktu yang tak lama kita bisa melepas rindu yang sesungguhnya aku kangen aku rindu dalam canda dalam gurauan dalam isak tangis yang selalu menggelora di dada