Hari ibu adalah hari mengingat seorang ibu, dimanapun keberadaannya sang anak tetap berusaha mengingat sang ibunya, kali ini anak saya yang ke 3, mengirimkan sebuah surat cinta untuk sang umminya.
Ummi, malam ini aku telah siap menulis
cerita tentangmu, tentang kenangan kita, tetapi ternyata kenangan itu hanya
sedikit yang bisa kurekam, apa mungkin karena singkatnya waktu ketika kita
berkumpul, atau aku terlalu bebal untuk mengingat kejadian-kejadian masa lalu,
atau selama ini aku benar-benar jarang memperhatikanmu? Ilahi, pantaskah aku
disebut anak shalihah? Ternyata bukan tidak ada kenangan itu, tapi kenangan itu
terlalu indah bagiku, walaupun kenanganku tentang Ummi sama seperti kenangan
banyak orang tentang ibu mereka. Bahwa Ummi adalah ibu rumah tangga biasa,
selalu menyelesaikan pekerjaan rumah dengan rapi dan apik setiap harinya, dan
menyiapkan segala kebutuhan keluarga, sungguh bukan hanya itu, kali ini aku
ingin menyatukan puzzle-puzzle kenangan yang terserak, hanya untuk mengingat
dan mensyukuri nikmatNya yang telah menganugrahiku seorang ibu sepertimu Ummi.
“nak, belajar yang sungguh-sungguh ya,
jangan seperti Ummi yang tidak menyelesaikan sekolah ini, tidak apa
bersusah-susah dahulu, karena nikmat itu akan ada setelah kesusahan.” masih
sangat jelas terngiang dibenakku ketika engkau sampaikan petuah itu Ummi,
sampai sekarang masih tersimpan lekat dihatiku, yah, ketika aku lelah dengan
tugas kampus, atau bosan dengan segala bentuk pelajaran yang sulit aku pahami
seketika petuah itu menjadi lampu pijar dikegelapan jalanku. Engkau motivasiku
untuk terus melangkah maju Ummi, pun masih jelas tergambar wajahmu yang sangat
bahagia ketika aku telah selesai mengkhatamkan hafalan al-qur’an, duhai Rabbi,
akankah kebahagiaan beliau kelak berkalilipat dari ini? Ketika engkau
memberinya mahkotaMu? Kalau seperti itu adanya aku rela, aku sangat rela
menghabiskan waktuku bersama kitabMu, kitab penyejuk Qalbu, aku berjanji untuk
terus mengulang hafalan ini, agar aku benar-benar layak disebut ahliMu.
Ummi, seorang yang selalu kuingat
geriknya karena beliau jarang memberi nasihat, tetapi mencontohkan langsung, walaupun
beliau memiliki kekurangan itu bukan masalah bagiku, aku selalu kagum
kepadanya, dibalik kekurangan itu beliau memiliki banyak kelebihan, aku sering
merasa malu, malu pada diriku sendiri yang sempurna tapi tidak memiliki
keahlian apapun. Dulu aku sempat malu ketika orang-orang mengetahui kekurangan
beliau, tapi aku sadar, ummi saja tidak malu, kenapa aku harus malu?
Ummi, seorang yang memiliki kesabaran
seluas samudra, bagaimana tidak, ketika takdir memaksa untuk mengambil satu
dari sekian banyak nikmat Allah yakni pendengaran dari dirinya, beliau tetap
tampil mengagumkan, seperti tidak pernah kehilangan nikmat itu, bekerja
layaknya orang normal, berkomunikasi dengan lancar, serta ketika takdir
menentukan Abi untuk menikah lagi,walaupun atas
izinnya,
itu bukan sesuatu yang ringan untuk wanita manapun. Wanita tercipta dengan
perasaan yang sangat lembut, aku tahu bahwa dibalik ketegaran itu beliau sangat
rapuh, maka aku selalu berdoa agar beliau selalu diberi kekuatan dan ketegaran,
dan nyatanya sungguh diluar dugaan, beliau masih melayani abi seperti tidak
terjadi apa-apa, menyayangi anak-anak tirinya seperti menyayangi anak
kandungnya sendiri.
Aku selalu menuntut sebagai anak,
meminta banyak dari Ummi, dan sekarang aku sadar, aku tidak pernah bertanya
tentang kesusahan yang beliau rasa setiap harinya, aku acuh dengan segala
masalahnya, enggan melaksanakan perintahnya, maka suatu malam, aku iseng
memandangi wajah beliau yang pulas tertidur, baru saja beliau memijati
punggungku karena aku merasa tidak enak badan, rambutnya sudah banyak memutih,
keriput diwajahnya mulai tampak, ya Allah, inikah Ummiku, sudah setua inikah
beliau,? Aku yang jarang memandang wajahnya setelah berbelas tahun yang lalu
baru merasa telah banyak perubahan. Aku memeluknya pelan, takut beliau
terbangun, aku menangis terisak tak kuasa membayangkan ketika kami harus hidup
tanpa Ummi, wanita hebat ini, tiba-tiba beliau terbatuk-batuk keras, batuk yang
sama seperti malam-malam kemarin, sampai beliau harus terbangun karena batuk
itu, aku pura-pura memejamkan mataku, menutupinya dengan guling, dan airmataku
tak bisa berhenti mendengar batuknya seperti itu.
Atau ketika kami sedang menyiapkan
buka puasa, abi sibuk mencari surban untuk ceramah seperti biasa, ternyata
surban yang dicari tidak juga ketemu, maka abi memaksa ummi mencarikan dengan
suara yang agak tinggi dan wajah penuh kekhawatiran karena sebentar lagi
pengajian akan dimulai, ummi yang tidak tahu dimana letak surban itu terkena
marah, akhirnya ummi memberi surban yang lain dan balas mengomel, aku yang
mendengar ummi mengomel jadi ikut memarahi ummi, harusnya ummi bantu mencari
saja, karena laki-laki akan semakin marah ketika diomeli, dan kulihat wajah
ummi mengeras, seperti menahan tangis, kesal dan sesal. Tiba-tiba aku merasa sangat
bersalah memarahi beliau. Maafkan nanda Ummi.
Dan ditenangnya malam ini tiba-tiba
terdengar suara tangis anak kecil tetangga, dia menangis karena terjatuh dari
tangga, tapi tak lama kemudian suara ibunya keras memarahi karena melanggar
aturan telah bermain-main ditempat yang ia larang, tahu apa yang ia lakukan
terhadap anaknya? Bukannya mengobati malah terdengar hingga kamar kost suara
pukulan untuk anaknya dan membuatnya semakin keras menangis. aku menjadi
berpikir sejenak tentang masa kecilku dahulu, sepertinya hidupku benar-benar
tanpa beban, aku asyik bermain dimanapun aku suka tanpa ada larangan darimu
Ummi, hanya dapat teguran ketika karena asyik bermain melalaikan shalat,atau
pulang terlampau senja. Terimakasih Ummi, cinta dan sayangmu masih kurasakan
hingga kini.
Maka
disisa umur beliau aku ingin berbakti, Semakin kesini semakin aku menyadari
bahwa semua itu bukanlah pekerjaan yang mudah, ketika dalam keadaan sedih atau
banyak masalah engkau tetap harus menampilkan wajah dan sikap tanpa lelah. ketika
satu-persatu anak-anakmu pergi jauh dari rumah, mau tidak mau engkau tetap
mendukung mereka, walaupun telah terbayang dibenakmu keadaan rumah yang akan
menjadi sepi ketika kami tidak ada, dan engkau kembali sendirian menjaga rumah,
sesekali bersama ayah, tapi mungkin hanya beberapa saat.
Berapa puluh kali tanganmu mengusap
airmata kami, tapi tak pernah sekalipun kami membalasnya, betapa banyak airmata
yang kau tumpahkan untuk kami dalam setiap do’a-doa’mu, tapi kami malah
meneteskan airmata ketika kami dalam keadaan sempit dan benar-benar
membutuhkanmu saja, Ummi, kami sangat sadar, doa-doamulah yang menjadikan jalan
kami lapang melalui segala rintang, menyinari gelapnya jalan kami, Ridhai kami
Ummi, tanpa ridhamu Allah tidak akan meredhai kami. Semoga kita bersama tidak
hanya didunia ini tetapi kekal hingga akhirat. Aamiin.
Jakarta, 21 Desember 2013
Huurun Ein with lov
(Mujahidah Rifqiyah el ahmadi)
sejatinya ibu adalah sosok mulia yang selalu hadir terpatri dalam jiwaraga kita selamanya
BalasHapusselamat hari ibu ;-)
trimakasih banyak pak Hariyanto
HapusTrimakasih atas kunjungan pak...dan semoga kita menjadi ibu yang super untuk anak anak kami ...aamiin :)
BalasHapus